Lumpur I
Lumpur menyembur
Bagai air mancur di halaman rumahku
Halangi langkahku pulang
Menjemput pusaka moyangku
Lumpur meluap hingga atap
Menggusurku tanpa kata dan pentungan
Hanya bisik bibirmu tak henti
Mengiris hatiku sehalus belaian ganasmu
Hanya mimpi tetap tinggal bermain disana
Mengajakku kembali meratap kenangan
Yang tersapu lumpur
hilang
Lumpur II
Sarang penuh lumpur menelan bayanganku
Sawah berair lumpur tercekik padiku
Jalan beraspal lumpur hapus jejakku
Siang mengais lumpur mencari kenanganku
Malam lelap beralas lumpur mencari mimpiku
Anakku
Tanah moyangmu jadi kolam lumpur
Tiada salah moyangmu
Rakus mereka tak terbendung bagai lumpur
Tetesan air mata bercampur lumpur
Padamu kuwariskan
Lumpur III
Apa aku lelap terlalu
Hingga lumpur singgahi mimpiku
Susah bangun terjerat lumpur
Rumah-rumah penuh lumpur
Tinggal atap sekejap kan lenyap
Sunyi
Dimana anak-anak bermain
Kemana perginya jalan-jalan
Yang biasa hangat dengan jejak
Kemana perginya padi-padi
yang hampir merunduk
kemana perginya suara azan
yang biasa memanggil umat
kemana perginya lonceng
yang menghibur burung-burung
Aku sesak dalam lumpur
Aku harus bangun
Aneh aku hanya bangun
Untuk masuk dalam mimpi lainnya
Sebab nyata dihadapku :
Lumpur menyembur
Tiada henti seperti mimpi
Lumpur IV
Setelah kau semburkan lumpur lalu kau diam dan kami yang telah lapar berteriak-teriak yang hanya kau dengar dengan kedipan mata hingga kau mulai berkata dengan janji manismu akan ganti rugi tapi mengapa perut kami tidak terisi hingga kini kami hanya bisa berteriak sekeras perut kami yang tidak bisa diajak kompromi dan kau bagikan sebutir nasi di bibir kami yang membakar amarah kami menuntut terlalu banyak : kembalikan mimpi-mimpi kami tanpa bumbu lumpur dan kau hanya tertawa mengangguk bagai pahlawan sebab tak pernah merasa kulitmu dilebur lumpur seperti kami
Lumpur V
Lumpur menghanyutkan mimpi dan angan
Yang telah bercabang berketurunan di sarang
Lelahku teriak memanggil
Lelahku gegas berjalan
Namun kau tetap diam dan berlalu
Tidak juga berpaling
Berkata sepatah apalagi
Mimpi dan angan yang hanyut
Terseret arus tarikan lumpur
Tak mungkin kembali kecuali mati
Mangambang di muara
Kenangan juga terpancing lumpur
Dan membenamkannya ke perut bumi
Yang kosong ditinggal lumpur
Aku hanya bisa berjalan
Tanpa mimpi tanpa angan
Juga kenangan
Dan badan setengah tertelan lumpur
Sampai kapan kubertahan?
Sedang semburan semakin liar menguburku
Lumpur VI
Bebanku seberat gunung
Laparku tak terbendung
Teriakku berdengung
Ragaku terkepung
Namun lumpur menyeretku ke liang kubur
Tanpa hati dan tegur
Aku terbenam di lumpur
Harapku kabur sirna dalam lumpur
Lumpur VII
Kata-katamu menyembur
Bagai lumpur
Buatan tanganmu takabur
Tenggelamkan hatiku
Hancur dalam genangan lumpur
Kata-kata pelipur obral penawar lumpur
Lumpur mengubur raga
Kata-kata mengubur hati
Raga dan hati mati dalam kata dan lumpur
Bola-bola beton tak kuasa
Menyumbat kata-kata janji yang berbunga
Menyembur dari mulutmu yang menganga
Lumpur VIII
Kusemai padi di tanah subur
Kutuai lumpur hancurkan lumbung
Kubuka pintu disambut lumpur
Melemparku dari jendela
Apa daya apa kata
Lumpur dan aku tak bisa menyatu
Kolam ikan berair lumpur
Ikan apakah yang bisa makan lumpur panas?
Ada?
Tidak juga aku sama
Duka berulang tahun
Dalam lumpur
Sedang angan dan mimpi mengabur
Deliserdang, 29-30 Mei 2007