Ketika Sahabat Pergi
Aku mengenal dia sewaktu mulai bekerja di suatu perusahan. Di antara puluhan orang yang bekerja di perusahan itu hanya dialah yang paling cepat akrab denganku. Aku sadar bahwa aku bukanlah tipe orang yang cepat dalam bergaul. Aku lebih tertutup dan membutuhkan waktu lebih berteman dengan orang lain. Tetapi dengan orang ini aku langsung akrab bahkan pada hari pertama aku mulai bekerja.
Dia 3 tahun lebih tua dariku sehingga aku memanggilnya abang dalam arti bukan abang sayang seperti pacar. Tetapi panggilan rasa hormat kepada orang yang lebih tua dari diriku sendiri. Dia juga ternyata lebih cepat 2 minggu bekerja di perusahaan itu. Singkat kata kami berteman baik. Jika bicara selalu nyambung dan saling terbuka satu sama lain ketika ada masalah yang dihadapi. Selalu mencoba saling membantu ketika ada suatu yang penting yang harus dikerjakan.
Selama tiga tahun bekerja di perusahaan yang sama hubungan kami tidak pernah retak. Kami saling mengerti antara satu dengan yang lain dan tidak pernah bertengkar dan mau saling mendengar. Setiap makan siang kami selalu bersama dan saling menunggu jika masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan atau kalau tidak bisa makan bersama selalu memberitahu dengan sms. Sepulang kerja kami selalu main bulu tangkis dua kali dalam seminggu. Setiap pertandingan, kami selalu main 5 set dan aku lebih sering kalah. Paling tidak dari 5 set aku hanya bisa menang 1 set. Ketika pulang kerja aku selalu menumpang di motornya dan kalau ada teman-teman kami yang lain yang mengadakan pesta kami selalu pergi bersama tidak membawa pacar. Pacarku ada di kota lain sedangkan pacarnya aku tidak tahu pasti. Dia tidak pernah terbuka mengenai pacarnya tetapi aku pernah mengusulkan teman cewekku di tempat kuliah menjadi pacarnya. Untuk seterusnya aku tidak tahu bagaimana hubungan mereka.
Di luar dugaan pada tahun ini dia mendapat pekerjaan lain di salah satu perusahaan milik negara. Padahal selama ini dia tidak pernah menceritakan akan pindah kerja. Aku terkejut dan merasa tertekan sebab aku tidak punya teman akrab lagi di perusahaan. Tidak ada lagi temanku makan siang mau pun main bulu tangkis dan aku tidak dapat lagi membalas kekalahanku. Aku merasa jatuh dan tidak betah bekerja. Malah aku ditempatkan menggantikan posisi dia di adminstrasi padahal sebelumnya aku dari bagian perpustakaan dan fotokopi.
Pada saat aku kehilangan sahabat aku juga harus belajar menguasai pekerjaan di posisi baruku. Namun aku tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan. Aku harus bangkit. Aku sadar apa pun yang terjadi waktu akan berjalan terus dan tidak ada gunanya menyesali masa yang lalu. Setiap keadaan yang sepertinya kurang baik dan kurang menguntungkan pasti ada suatu kebaikan di dalamnya. Misalnya dengan kepergian sahabatku maka aku bisa mencari sahabat-sahabat baru yang lain yang lebih banyak. Cara berpikirku juga berbeda menghadapi setiap persoalan. Pengetahuanku pada bidang pekerjaan lain juga bertambah sehingga aku tidak hanya merasa nyaman berada pada posisi yang sama. Tentu lebih bagus memiliki banyak pengalaman bekerja daripada hanya menguasai satu pekerjaan. Dan kini setelah selama sebulan berlalu semuanya berjalan dengan baik dan lancar. Aku tidak tertekan lagi malah menikmati posisi baruku dan pergaulanku juga semakin luas. Aku semakin bisa hidup mandiri. Aku bisa mengendalikan jalan hidupku sendiri dengan pikiran dan tindakan positif.
Bagaimana pendapat Anda?
Deliserdang, 18 Agustus 2008