Rabu, Mei 28, 2008

Sudah Sarjana Tetapi Masih Menganggur

Dulu menjadi sarjana adalah impian banyak orang. Menjadi seorang sarjana itu sangat dihargai di tengah-tengah masyarakat. Seorang sarjana akan dianggap agak angker di tengah masyarakat pada jaman dulu. Itu disebabkan karena masih jarang manusia Indonesia yang bisa menjadi sarjana. Dan yang telah menjadi sarjana pastilah akan mempunyai pekarjaan yang lebih baik.
Sekarang kenyataan berkata lain. Sarjana sekarang tidak mendapat penghargaan sebaik jaman dahulu. Seorang sarjana sepertinya tidak lagi mempunyai nilai lebih dari pada yang tidak tamat sarjana.
Sekarang ini betapa banyak sarjana. Dua kali dalam setahun banyak universitas mencetak para sarjana. Tetapi lowongan kerja tidak tersedia seiring dengan banyaknya jumlah sarjana. Persaingan untuk mendapat pekerjaan yang sedikit cukup berat. Daya saing yang tinggi sangat dibutuhkan. Sarjana-sarjana yang mempunyai keahlian bagus pasti akan mendapat pekerjaan terlebih dahulu sedangkan sarjana yang kemampuannya biasa-biasa saja akan tersisihkan. Akan banyaklah sarjana-sarjana yang tidak bekerja atau sarjana pengangguran.
Masyarakat menjadi terbiasa melihat dan mendengar sarjana penganggur dan mungkin sarjana penganggur tersebut adalah salah seorang dari anggota keluarga mereka. Mereka juga melihat bahwa sarjana dari keluarga tetangga juga menganggur. Maka mereka mulai berpikiran lain bahwa nilai kesarjanaan tidak lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan sekarang ini. Hingga pada akhirnya sarjana-sarjana belakangan ini kurang mendapat penghargaan di masyarakat. Nilainya sudah turun drastis bila dibandingkan dengan pada jaman dahulu.
Para sarjana yang menganggur belum mendapat suatu pekerjaan tetapi sarjana-sarjana lain yang kualitasnya sama telah hadir dari berbagai perguruan tinggi. Lowongan kerja yang sedikit hanya milik sarjana yang berotak brilian. Maka tumpukan sarjana pengangguran tidak dapat dihindarkan lagi.
Betapa banyak biaya kuliah yang telah dihabiskan untuk mencapai sarjana tetapi hasilnya adalah menganggur. Ini membuat sarjana dan orang tua yang membiayainya menjadi frustasi sebab anak yang diharapkan membawa perbaikan bagi keluarga tidak membawa perubahan apa-apa, malahan tetap menjadi beban rumah tangga. Cukup menyedihkan kondisi seperti ini dan patut disayangkan.
Ada baiknya kita telusuri penyebab dari kemalangan ini. Salah satunya adalah kemampuan atau daya saing sarjana. Sarjana-sarjana tersebut tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk terjun menangani suatu pekerjaan. Tidak siap menangani suatu persoalan yang diujikan oleh suatu perusahaan.
Ketidakmampuan ini disebabkan oleh proses pendidikan semasa duduk di bangku kuliah. Tidak dapat dipungkiri bahwa di bangku perkuliahan mahasiswa biasanya bersifat pasif dalam menerima pelajaran. Mereka hanya datang, duduk dan mendengarkan kuliah dari para dosen. Bahan kuliah tersebut umumnya hanya berupa teori. Jadi kuliah hampir 90 persen adalah teori. Sehingga mahasiswa yang malas dan tidak mau mempraktekkan teori tersebut akan tetap bodoh dan tidak memiliki kemampuan.
Para dosen juga tidak terlalu perduli akan hal itu. Mereka sudah merasa menyelesaikan tugas jika sudah menyampaikan materi pelajaran. Biasanya pula bahan pelajaran disampaikan melalui ceramah dan tidak melaksanakan praktek. Hingga mahasiswa akan menjadi pendengar-pendengar yang baik dan budiman tanpa mengerti lebih dalam apa yang diterangkan.
Tidak hanya lima tahun tetapi hingga ratusan tahun pun kalau kondisinya tetap seperti ini, kuliah hanya berupa teori maka mahasiswa tidak akan pernah memiliki kemampuan dalam menerapkan ilmu yang mereka peroleh. Kuliah hanya untuk mendapatkan nilai atau Indeks Prestasi yang baik. Untuk mencapainya banyak hal dilakukan mulai dari mencontek hingga menghapal luar kepala tanpa mengerti makna sebenarnya. Kondisi seperti ini akan melahirkan sarjana-sarjana yang impoten atau tidak memiliki kemampuan dan daya saing. Sarjana-sarjana yang loyo akan memperbanyak pengangguran.
Ketika kuliah minat mahasiswa juga kurang dalam mengikuti perkuliahan. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidakcocokan jurusan yang diambil dengan kesukaan atau hobby. Misalnya seorang mahasiswa yang berminat dan berbakat dalam memperbaiki mesin mengambil jurusan akuntansi, hal ini mungkin disebabkan oleh dorongan orang tua yang melihat prospek masa depan yang lebih baik di bidang akuntansi. Tetapi ini sangat bertolak belakang dengan bakat dan kemampuan calon mahasiswa. Ini bisa dikatakan dia kuliah atas dorongan dan paksaan dari orang tuanya. Maka hasilnya adalah mahasiswa tidak serius menjalani perkuliahan sebab ia tidak mempunyai minat sama sekali. Ini bisa juga mengakibatkan dia enggan datang kuliah dan akhirnya putus kuliah sebab sering mangkir dari kewajibannya. Kalau pun ia bisa menjadi sarjana maka kualitasnya sudah bisa kita ukur dan pasti tidak mempunyai daya saing.
Penyebab lain semakin banyaknya sarjana pengangguran adalah ketidak mandirian dan tidak mempunyai keberanian. Para sarjana tidak berani mencari peluang yang ada. Mereka hanya menunggu dan menunggu dipanggil suatu perusahaan yang mereka lamar. Mereka hanya mau bekerja pada orang lain dan perusahaan lain tanpa berani memulai suatu usaha. Mereka tidak mulai melihat potensi apa yang ada pada dirinya yang bisa memberikan peluang. Mereka tidak melihat baiknya menjadi seorang pengusaha dan tidak berani memulai sama sekali.
Masalah pengangguran sarjana tentu saja dapat diatasi. Bisa dengan membuka lapangan kerja yang baru oleh pemerintah dan swasta. Tetapi mari kita lihat dahulu proses menjadi sarjana atau semasa dibangku kuliah. Upaya mengatasi pengangguran sarjana antara lain :
1. Memilih jurusan yang tepat sesuai bakat, kemampuan dan kesukaan
Para calon mahasiswa diharapkan dapat memilih jurusan yang akan diambil di bangku kuliah. Ini membutuhkan pemikiran yang matang dan mendalam. Kenali diri sendiri dengan merenung. Coba tanyakan pada diri sendiri tentang bakat dan kesukaan. Pekerjaan apa yang kita senangi yang bisa membuat kita lupa waktu. Apakah melukis, membongkar mesin, merawat kebun, berolah raga. Setelah menemukan jawabannya maka pilihlah jurusan sesuai dengan kesukaan tersebut.
Setelah calon mahasiswa telah memilih jurusan yang tepat maka mereka sudah berada pada jalur yang tepat. Semasa menjalani perkuliahan mereka akan mempunyai minat lebih pada jurusan yang mereka senangi. Mereka akan mempelajarinya lebih mendalam secara mandiri tanpa dikomando. Intinya mereka senang melakukannya dan tidak peduli berapa banyak waktu yang mereka habiskan untuk mempelajarinya.
Semangat dan motivasi belajar mereka akan selalu tinggi. Dan dalam perkuliahan mereka ingin mendapatkan lebih mendalam dengan selalu bertanya pada dosen tentang kuliah yang kurang dimengerti. Maka ketika mereka menjadi sarjana maka mereka punya kemampuan dan daya saing yang tinggi.
2. Praktek dan Teori yang Seimbang
Setelah memilih jurusan yang tepat, lembaga pendidikan tinggi seharusnya punya peraturan atau kebijakan tentang penerapan teori dan praktek yang seimbang. Para dosen diberikan instruksi supaya melakukan praktek seiring dengan teori yang diajarkan. Untuk mendorong pelaksanaan praktek dibutuhkan peralatan praktek atau media belajar dan ini seharusnya disediakan oleh lembaga pendidikan tersebut.
Dengan melaksanakan praktek maka para mahasiswa akan mengalami secara nyata tentang materi pelajaran tidak hanya sebatas teori belaka. Praktek juga akan mengasah kemampuan dan keahlian mahasiswa. Dalam hal ini kerjasama mahasiswa, dosen dan lembaga pendidikan mutlak diperlukan. Dengan banyak praktek akan menghasilkan sarjana-sarjana yang terampil dan siap pakai.
3. Berani buka usaha sendiri dan mencari peluang
Sarjana yang sudah mempunyai daya saing dan kemampuan yang tinggi tapi tidak kunjung mendapatkan pekerjaan diharapkan tidak putus asa. Jika tidak bisa mendapatkan pekerjaan karna lowongan pekerjaan yang sedikit mengapa tidak menciptakan lapangan kerja baru. Daripada bekerja pada orang lain dan selalu ditekan oleh atasan karena kekurangan ini dan itu, mengapa tidak berani mencoba buka usaha.
Menjadi pengusaha adalah suatu pekerjaan yang menarik. Tidak ada yang menyuruh kita harus melakukan ini dan itu. Kita sendiri adalah pemimpin bagi diri kita. Kita bisa memilih usaha yang kita senangi dan banyak dibutuhkan oleh orang lain. Disini tentunya dibutuhkan kejelian atau peka terhadap lingkungan dan masyarakat.
Banyak orang ingin menjadi pengusaha tetapi tidak berani memulai. Mereka takut bangkrut atau punya alasan tidak ada modal. Modal bisa kita kumpulkan dengan modal patungan dari teman-teman atau malah dari orang tua dan keluarga. Kita punya pandangan bahwa bangkrut juga penting sebagai pelajaran hingga kita bisa mengatasi masalah yang sama.
Para sarjana harus berani memulai dari nol atau dengan langkah pertama. Bagaimana pun jauhnya suatu perjalanan tidak akan sampai ditujuan kalau tidak diawali dengan langkah pertama. Maka mulailah melangkah dan mulailah memulai usaha sekarang juga. Semakin banyak pengusaha akan membuat pengangguran semakin berkurang dan akan menciptakan lapangan kerja yang baru yang siap menampung pengangguran.

Delisedang, 14 Mei 2008

Tidak ada komentar: