Potret Indonesia Hari Rabu, 18 Juni 2008
Ketika sampai di rumah sore ini aku kembali mengikuti berita-berita mengenai Indonesia. Apa yang terjadi hari ini. Dan Metro Tv selalu menjadi pilihan utamaku dalam mencari berita karena televisi tersebut mengkhususkan diri pada pemberitaan. Itulah daya tariknya buatku. Ketika aku tidak sempat baca koran hari ini maka aku bisa tahu kejadian-kejadian apa saja yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Tentu saja itu hanya di permukaan saja atau umumnya yang terjadi di ibu kota. Bagaimana kalau kejadiannya di pedesaan? Pasti jarang masuk berita dan bila diberitakan juga berarti kejadian tersebut adalah kejadian luar biasa. Tetapi apa saja yang terjadi di ibu kota atau di kota-kota besar lainnya pasti menjadi berita utama yang cukup menghebohkan atau cukup menggelisahkan.
Mungkin berita utama dalam beberapa hari ini adalah mengenai kasus suap yang menimpa beberapa jaksa. Ketangkapnya jaksa tersebut adalah hasil dari penyadapan telepon mereka ketika kasul BLBI telah resmi ditutup. Dari percakapan mereka melalui HP ketahuanlah apa yang terjadi dibalik semua itu. Ternyata ada permainan di balik permainan. Beberapa jaksa disogok demi menyembunyikan kebenaran. Dan para hamba hukum itu takluk juga pada uang. Lupa diri. Lupa pada negara yang hendak karam. Malah membuat kapal bangsa makin goyah dan hampir tidak bisa terselamatkan lagi.
Bagaimana tidak begitu menyentak, orang yang seharusnya menegakkan hukum malah menyalahgunakan tugas dan tanggungjawabnya. Kepercayaan rakyat Indonesia terhadap aparat hukum ini semakin menipis sebab hukum masih tunduk pada uang. Yang punya duitlah empunya hukum. Bagaimana nasib orang kecil dan miskin tanpa uang? Mereka menjadi sasaran empuk hukum karena tidak mampu membayarnya. Keadilan hanyalah sebatas uang. Semakin menumpuk uang semakin mampu melumpuhkan hukum.
Aneh ya Indonesia kita? Dari dulu-dulu tak pernah bisa sembuh dari penyakit KKN. Ada yang memberantas KKN dengan gigih tapi ada juga yang berjuang dengan gigih ber KKN ria. Mereka seolah menguji kemampuan KPK atau mereka malah anggap sepele dengan kemampuan KPK.
Setelah ketangkap entah apa lagi yang mereka lakukan. Ada yang pura-pura lupa dan ada pula yang mengatakan bahwa dia samasekali tidak tahu bahwa perbuatan tersebut salah dan mengatakan pasrah akan apa yang terjadi pada dirinya. Penegak hukum masakan tidak tahu yang mana yang baik dan benar setelah tertangkap dan pura-pura bodoh. Mungkin nanti diantara mereka ada yang pura-pura sakit demi mangkir dari tanggungjawab. Inilah orang pintar yang tidak memiliki hati nurani. Nurani mati melihat tumpukan uang.
Hukum harus terus ditegakkan walau pun masih banyak orang yang melanggarnya. Hukum tidak berhenti pada penangkapan tetapi harus sampai pada penyelidikan dan pemberian hukuman yang setimpal. Namanya masih manusia pastilah selalu beriringan dengan kesalahan. Dari kesalahan kita memperbaiki hidup kita supaya tidak jatuh pada kesalahan yang sama. Kuncinya adalah kesadaran memperbaiki diri. Masing-masing kita rakyat Indonesia harus terus-menerus memperbaiki diri, melakukan yang baik dan benar. Kita berkaca dari kelakuan buruk orang lain agar kita tidak melakukan kesalahan yang sama bukan malah dapat inspirasi untuk mencobanya juga dan sangat bangga bila tidak ketahuan. Kita mesti sadar kalau tidak di bumi kita mendapatkan hukuman, neraka sudah siap menampung kita.
Bagaimana pendapat Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar